Tugas
Softskill Bahasa Indonesia
Nama
: Dika Aryani
NPM : 22211075
Kelas
: 3EB10
Audit Forensik terdiri dari dua kata, yaitu audit dan
forensik. Audit adalah tindakan untuk membandingkan kesesuaian antara kondisi
dan kriteria. Sementara forensik adalah segala hal yang bisa diperdebatkan di
muka hukum / pengadilan.
Menurut Association of Certified Fraud Examiners
(ACFE), forensic accounting / auditing merujuk kepada fraud examination.
Dengan kata lain keduanya merupakan hal yang sama, yaitu:
“Forensic accounting is the application of accounting,
auditing, and investigative skills to provide quantitative financial
information about matters before the courts.”
Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari
Journal of Forensic Accounting (JFA) “Akuntansi forensik adalah akuntansi yang
akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam
kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan
judicial atau administratif”.
Dengan demikian, audit forensik bisa didefinisikan
sebagai tindakan menganalisa dan membandingkan antara kondisi di lapangan
dengan kriteria, untuk menghasilkan informasi atau bukti kuantitatif yang bisa
digunakan di muka pengadilan.
Karena sifat dasar dari audit forensik yang berfungsi
untuk memberikan bukti di muka pengadilan, maka fungsi utama dari audit forensik
adalah untuk melakukan audit investigasi terhadap tindak kriminal dan untuk
memberikan keterangan saksi ahli (litigation support) di pengadilan.
Audit Forensik dapat bersifat proaktif maupun reaktif.
Proaktif artinya audit forensik digunakan untuk mendeteksi
kemungkinan-kemungkinan risiko terjadinya fraud atau kecurangan. Sementara itu,
reaktif artinya audit akan dilakukan ketika ada indikasi (bukti) awal
terjadinya fraud. Audit tersebut akan menghasilkan “red flag” atau sinyal atas
ketidakberesan. Dalam hal ini, audit forensik yang lebih mendalam dan
investigatif akan dilakukan.
Perbandingan antara Audit
Forensik dengan Audit Tradisional (Keuangan)
Audit Tradisional
|
Audit Forensik
|
|
Waktu
|
Berulang
|
Tidak berulang
|
Lingkup
|
Laporan Keuangan secara umum
|
Spesifik
|
Hasil
|
Opini
|
Membuktikan fraud (kecurangan)
|
Hubungan
|
Non-Adversarial
|
Adversarial (Perseteruan hukum)
|
Metodologi
|
Teknik Audit
|
Eksaminasi
|
Standar
|
Standar Audit
|
Standar Audit dan Hukum Positif
|
Praduga
|
Professional Scepticism
|
Bukti awal
|
Perbedaan yang paling
teknis antara Audit Forensik dan Audit Tradisional adalah pada masalah
metodologi. Dalam Audit Tradisional, mungkin dikenal ada beberapa teknik audit
yang digunakan. Teknik-teknik tersebut antara lain adalah prosedur analitis,
analisa dokumen, observasi fisik, konfirmasi, review, dan sebagainya. Namun,
dalam Audit Forensik, teknik yang digunakan sangatlah kompleks.
Teknik-teknik yang
digunakan dalam audit forensik sudah menjurus secara
spesifik untuk
menemukan adanya fraud. Teknik-teknik tersebut banyak yang bersifat mendeteksi
fraud secara lebih mendalam dan bahkan hingga ke level mencari tahu siapa
pelaku fraud. Oleh karena itu jangan heran bila teknik audit forensik mirip
teknik yang digunakan detektif untuk menemukan pelaku tindak kriminal.
Teknik-teknik yang digunakan antara lain adalah metode kekayaan bersih,
penelusuran jejak uang / aset, deteksi pencucian uang, analisa tanda tangan,
analisa kamera tersembunyi (surveillance), wawancara mendalam, digital
forensic, dan sebagainya.
Praktik Ilmu Audit
Forensik
Penilaian risiko fraud
Penilaian risiko
terjadinya fraud atau kecurangan adalah penggunaan ilmu audit forensik yang
paling luas. Dalam praktiknya, hal ini juga digunakan dalam
perusahaan-perusahaan swasta untuk menyusun sistem pengendalian intern yang
memadai. Dengan dinilainya risiko terjadinya fraud, maka perusahaan untuk
selanjutnya bisa menyusun sistem yang bisa menutup celah-celah yang
memungkinkan terjadinya fraud tersebut.
Deteksi dan investigasi
fraud
Dalam hal ini, audit
forensik digunakan untuk mendeteksi dan membuktikan adanya fraud dan mendeteksi
pelakunya. Dengan demikian, pelaku bisa ditindak secara hukum yang berlaku.
Jenis-jenis fraud yang biasanya ditangani adalah korupsi, pencucian uang,
penghindaran pajak, illegal logging, dan sebagainya.
Deteksi kerugian keuangan
Audit forensik juga bisa
digunakan untuk mendeteksi dan menghitung kerugian keuangan negara yang
disebabkan tindakan fraud.
Kesaksian ahli
(Litigation Support)
Seorang auditor forensik
bisa menjadi saksi ahli di pengadilan. Auditor Forensik yang berperan sebagai
saksi ahli bertugas memaparkan temuan-temuannya terkait kasus yang dihadapi.
Tentunya hal ini dilakukan setelah auditor menganalisa kasus dan
data-data pendukung untuk bisa memberikan penjelasan di muka pengadilan.
Uji Tuntas (Due
diligence)
Uji tuntas atau Due
diligence adalah istilah yang digunakan untuk penyelidikan guna penilaian
kinerja perusahaan atau seseorang , ataupun kinerja dari suatu kegiatan guna
memenuhi standar baku yang ditetapkan. Uji tuntas ini biasanya digunakan untuk
menilai kepatuhan terhadap hukum atau peraturan.
Dalam praktik di
Indonesia, audit forensik hanya dilakukan oleh auditor BPK, BPKP, dan KPK (yang
merupakan lembaga pemerintah) yang memiliki sertifikat CFE (Certified Fraud
Examiners). Sebab, hingga saat ini belum ada sertifikat legal untuk audit
forensik dalam lingkungan publik. Oleh karena itu, ilmu audit forensik dalam
penerapannya di Indonesia hanya digunakan untuk deteksi dan investigasi fraud,
deteksi kerugian keuangan, serta untuk menjadi saksi ahli di pengadilan.
Sementara itu, penggunaan ilmu audit forensik dalam mendeteksi risiko fraud dan
uji tuntas dalam perusahaan swasta, belum dipraktikan di Indonesia.
Penggunaan audit forensik
oleh BPK maupun KPK ini ternyata terbukti memberi hasil yang luar biasa
positif. Terbukti banyaknya kasus korupsi yang terungkap oleh BPK maupun KPK.
Tentunya kita masih ingat kasus BLBI yang diungkap BPK. BPK mampu mengungkap
penyimpangan BLBI sebesar Rp84,8 Trilyun atau 59% dari total BLBI sebesar
Rp144,5 Trilyun. Temuan tersebut berimbas pada diadilinya beberapa mantan
petinggi bank swasta nasional. Selain itu juga ada audit investigatif dan
forensik terhadap Bail out Bank Century yang dilakukan BPK meskipun memberikan hasil
yang kurang maksimal karena faktor politis yang sedemikian kental dalam kasus
tersebut.
Gambaran Proses Audit
Forensik
Identifikasi masalah
Dalam tahap ini, auditor
melakukan pemahaman awal terhadap kasus yang hendak diungkap. Pemahaman awal
ini berguna untuk mempertajam analisa dan spesifikasi ruang lingkup sehingga
audit bisa dilakukan secara tepat sasaran.
Pembicaraan dengan klien
Dalam tahap ini, auditor
akan melakukan pembahasan bersama klien terkait lingkup, kriteria, metodologi
audit, limitasi, jangka waktu, dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk
membangun kesepahaman antara auditor dan klien terhadap penugasan audit.
Pemeriksaan pendahuluan
Dalam tahap ini, auditor
melakukan pengumpulan data awal dan menganalisanya. Hasil pemeriksaan pendahulusan
bisa dituangkan menggunakan matriks 5W + 2H (who, what, where, when, why, how,
and how much). Investigasi dilakukan apabila sudah terpenuhi minimal 4W + 1H
(who, what, where, when, and how much). Intinya, dalam proses ini auditor akan
menentukan apakah investigasi lebih lanjut diperlukan atau tidak.
Pengembangan rencana
pemeriksaan
Dalam tahap ini, auditor
akan menyusun dokumentasi kasus yang dihadapi, tujuan audit, prosedur
pelaksanaan audit, serta tugas setiap individu dalam tim. Setelah
diadministrasikan, maka akan dihasilkan konsep temuan. Konsep temuan ini
kemudian akan dikomunikasikan bersama tim audit serta klien.
Pemeriksaan lanjutan
Dalam tahap ini, auditor
akan melakukan pengumpulan bukti serta melakukan analisa atasnya. Dalam tahap
ini lah audit sebenarnya dijalankan. Auditor akan menjalankan teknik-teknik
auditnya guna mengidentifikasi secara meyakinkan adanya fraud dan pelaku fraud
tersebut.
Penyusunan Laporan
Pada tahap akhir ini,
auditor melakukan penyusunan laporan hasil audit forensik. Dalam laporan ini
setidaknya ada 3 poin yang harus diungkapkan. Poin-poin tersebut antara lain
adalah:
- Kondisi, yaitu kondisi yang benar-benar terjadi di lapangan.
- Kriteria, yaitu standar yang menjadi patokan dalam pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu, jika kondisi tidak sesuai dengan kriteria maka hal tersebut disebut sebagai temuan.
- Simpulan, yaitu berisi kesimpulan atas audit yang telah dilakukan. Biasanya mencakup sebab fraud, kondisi fraud, serta penjelasan detail mengenai fraud tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar