Jumat, 14 Desember 2012

JURNAL EKONOMI KOPERASI 1 (5)



Review
 
KOPERASI SEBAGAI LEMBAGA INTERMEDIASI KEUANGAN UNTUK PEMBIAYAAN USAHA MIKRO DI PEDESAAN DALAM RANGK A MENDUKUNG UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008

*) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK

Oleh
Achmad H. Gopar*)

V. PENUTUP
Dalam situasi ekonomi global yang semakin ringkih saat ini, tantangan bagi ekonomi kita saat ini adalah penyesuaian keadaan dengan semakin sedikitnya penerimaan dari minyak dan perbaikan stabilitas keuangan dalam jangka pendek, serta memacu pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Disektor pertanian, isu pokok yang dihadapi pemerintah tetap saja swa-sembada pangan dan bagaimana mempertahankan laju pertumbuhan dan kesempatan kerja, memperbaiki tingkat pendapatan petani , dan memperluas ekspor. Sektor keuangan pedesaan telah memainkan peran yang sangat penting dalam menyediakan kredit untuk pertanian khususnya, ekonomi pedesaan umumnya. Dan masih harus lebih dikembangkan laguna menghadapi perubahan kebutuhan dan keterbatasan sektor diluar pertanian.
Kredit mikro di sektor pertanian di Indonesia termasuk ke dalam kebijakan fiskal. Ini berarti sistem keuangan kita belum lagi terlihat sebagai mekanisme mengintegrasikan pasar modal dan memobilisasikan sumberdaya dari unit ekonomi surplus kepada unit ekonomi yang defisit. Tetapi lebih terlihat sebagai starategi mentransfer penerimaan pemerintah, melalui kredit bersubsidi, kepada sektor-sektor tertentu dalam kegiatan ekonomi.
Menilik kondisi saat ini, terutama diera reformasi dimana perubahan kebijakan pemerintah bukan merupakan hal tabu, kiranya inilah saatnya bagi gerakan koperasi memulai langkah lebih besar lagi untuk membangun suatu sistem keuangan koperasi yang mandiri. Tujuannya, ketergantungan koperasi terhadap pemerintah dapat dikurangi, atau bahkan dihilangkan.
Beberapa hal yang harus dikembangkan dalam membangun sistem keuangan koperasi antara lain
1.      Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan usaha perkreditan oleh koperasi adalah :
a.       Memampukan koperasi agar dapat menjadi pusat pelayanan kredit kepada anggota dan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota/masyarakat
b.      Menunjang kelancaran pertumbuhan perekonomian antara lain dengan mengatasi dan menghilangkan faktor penghambat pertumbuhan perekonomian seperti ijin dan renternir.
c.       Meningkatkan pertisipasi anggota/masyarakat
d.      Diharapkan dengan adanya sistem intermediasi, yang dilaksanakan sebagai bagian usaha koperasi, dapat merupakan mekanisme kerja dan emrio lahirnya “lembaga keuangan” yang dimiliki, diatur dan untuk kepentingan masyarakat dan koperasi itu sendiri.
2.      Sasaran dari sistem perkreditan melalui koperasi ini dapat disebutkan sebagai berikut :
a.       Memenuhi kebutuhan kredit bagi usaha masyarakat dibidang perdagangan, kerajinan, industri kecil, usaha pertanian dan lain-lain.
b.      Meningkatkan penghasilan dan pemerataan pendapatan masyarakat pedesaan.
c.       Mewujudkan kesatuan gerak operasional dalam rangka akumulasi dan mobilisasi dana secara horizontal dan vertikal dilingkungan koperasi sehingga peranan koperasi secara keseluruhan merupakan satu potensi nyata dalam pembangunan perekonomian nasional.
d.      Melalui sistem perkreditan yang ditangani oleh koperasi diharapkan masyarakat dapat menerima fasilitas kredit dengan prosedur yang mudah dan cepat, dengan persyaratan ringan dan pengawasan untuk efektivitas dan efisiensi usahanya.
e.       Meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana yang dihimpun dari penyisihan sebagai sisa hasil usaha yang diperoleh dari program pengadaan maupun penyaluran dengan tujuan untuk swadaya koperasi dalam sektor permodalan.
f.       Semua anggota masyarakat yang telah memperoleh fasilitas pelayanan kredit dari koperasi diarahkan untuk menjadi anggota koperasi yang aktif berpartisipasi.
3.      Sistem perkreditan yang dimaksud mempunyai ciri antara lain sebagai berikut :
a.       Adanya kemudahan dalam hal mendapatkan kredit dalam bentuk persyaratan ringan, prosedurnya sederhana dan pelayanan cepat.
b.      Kredit murah dalam arti suku bunga yang ringan dan terjangkau serta biaya memperoleh kreditnya kecil.
c.       Tersedia dana sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan dan tepat waktunya
d.      Untuk efisiensi dan efektivitas pelayanan serta mempermudah pengawasan, maka pelayanan kredit kepada anggota/masyarakat dilaksanakan melalui kelompok penerima kredit yang beranggotakan antara 5-10 orag.
e.       Pelayanan kredit kepada koperasi/anggota diarahkan kepada kredit serba usaha
f.       Koperasi diberi wewenang penuh dalam rangka penanganan kredit yang disesuaikan dengan tata nilai sosial budaya masyarakat setempat, serta diberi kebebasan untuk memilih.
g.      Pelaksanaan berpegang pada azas dan prinsip-prinsip dasar koperasi.
h.      Pemberian kredit dilakukan selektif berdasarkan atas pertimbangan kelayakan usaha, bonafiditas dan prioritas program pembangunan.

JURNAL EKONOMI KOPERASI 1 (4)



Review
 
KOPERASI SEBAGAI LEMBAGA INTERMEDIASI KEUANGAN UNTUK PEMBIAYAAN USAHA MIKRO DI PEDESAAN DALAM RANGK A MENDUKUNG UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008
  
*) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK
 
Oleh
Achmad H. Gopar*)


 1V.       Pengalaman Filipina, Portugal dan Amerika Serikat
                       
            Sebagai perbandingan pembahasan pembangunan sistem keuangan koperasi di indonesia,berikut akan diulas peranan LIK dalam pembangunan terutama di pedesaan di Filipina,Portugal, dan Amerika Serikat(AS). Ulasan ini sangat penting untuk menunjukan peran yang dapat diemban oleh koperasi dalam pembangunan koperasi di indonesia. Seperti negara berkembang lainya, pemerintah filipina dan portugal juga melaksanakan upaya-upaya membangun pedesaanya. Keduanya sama-sama membangun lembaga-lembaga keuangan untuk memenuhi permintaan para nasabahnya/petani kecil akan jasa keuangan di pedesaan.

  1. Filipina
           
            di Filipina sejumlah besar bank unit desa telah dibangun selama dua dekade terkahir. Di lain pihak Portugal membangun Koperasi Kredit Kerjasama Peranian (selanjutnya akan disingkat dengan CCAM sesuai dengan bahasa portugis Caixas de Credito Agricola Mutno), semacam koperasi simpan pinjam, untuk beroperasi pada setting yang mirip yaitu suatu distrik pedesaan atau pendukuhan (conselhos).untuk memacu pembangunan, Filipina juga mengikuti jejak negara-negara berkembang lainya. Di Filipina pembangunan sektor pedesaan merupakan prioritas utama. Khususnya beras, dianggap sangat essensial bagi pembangunan ekonomi.
                       
            Pada tahun 1961 pemerintah mulai bekerja serius mencapai swamsembada produksi beras melalui kebijaksanaan revolusi hijau. Pada tahun 1966 pemerintah marcos memperkenalkan program empat-tahunan swamsembada beras. Pada tahun 1973 pemerintah memperkenalkan lagi program baru yang diberi nama Masagama-99(M-99). Menggunakan sekitar 6000 teknisi, dana jutaan peso, sejumlah besar subsudi pupuk, kebijaksanaan harga dan irigasi,M-99 merupakan program penignkatan produksi yang paling ambisius di Filipina.target pangan memang tercapai misalkan periode 1973-1979 tambahan produksi padi mencapai 5,3jutametrik ton, ekuivalen dengan 3,2 juta metrik ton beras. Untuk musim tanam periode 1973-1980 perkiraan biaya yang telah dikeluarkan pemerintah adalah sekitar p 2,1 miliyar.
                       
            Pemerintah menggunakan pola kredit supervisi untuk mempromosikan program M-99 dan kredit supervisi lainya yang menjamur kemudian. Sumber- sumber dana ini menimbulkan dampak Spill-Over serius dan negatif terhadap pasar keuangan dipedesaan. Bank desa nyatanya hanya merupakan saluran dari pemerintah untuk mentrasnfer kredit murah, dan hanya memberikan kesempatan sangat terbatas untuk menunjukan fungsi rill dari perbankan, seperti diversitifikasi portofolio, menyebarkan resiko, dan intermediasi keuangan. Kredit murah dan pentargetan pinjaman menyebabkan kelebihan permintaan terhadap institusional. Hasilnya adalah penjatahan kredit karena bank menjadi lebih selektif dalam memberikan kredit. Dampak crowding out ini melemparkan para petani kecil ke genggaman pasar kredit informal, satu-satunya sumber kredit yang tersedia untuk mereka.

            Para petani kecil yang sebenarnya mampu menyerap sekitar 73% dari seluruh kredit hanya menikmati sekitar 32% dari jumlah kredit yang disalurkan. Sistem koperasi kelihatanya merupakan siatem yang dinilai sangat rendah diantara berbagai sistem organisasi keuangan yang ada dinegeri ini. Banyak bukti- bukti yang menunjukan betapa pentingnya peranan koperasi dalam sistem keuangan secara keseluruhan.

\

            2.Portugal

            CCAM di Portugal mempunyai sejarah yang lebih panjang daripada bank desa di Filipina. Namun demikian kerangka kelembagaan dan penyediaan kredit pertanian di Portugal mengalami perubahan yang dramatis pada tahun 1980an. Namun pada tahun 1980 skenario ini berubah kedalam bentuk desentralisasi ke dalam jaringan ekstensif CCAM. Aktivitas kredit di pasar keuangan portugal masa pertama tahun 1980 telah terjadi penurunan yang tajam baik kredit pertanian maupun kredit bukan  pertanian pada periode 1980-1985.

            Pada periode 1984-1985 hingga saat ini, CCAM maju lagi ke fase berikutnya dari evolusi mereka, dimana mobilisasi tabungan lokal menjadi lebih terlihat lagi sebagai sumberdana utama dan dana likuiditas pusat (Caixa Central) didirikan untuk bertindak sebagai clearinghouse dari jaringan nasional CCAM. Hasilnya menjelang pertengahan 1980an pasar keuangan pedesaan telah dilayani oleh lembaga perantara keuangan yang lebih sehat dan lebih kompetitif daripada yang ditunjukan pada akhir 1970an. Selain kebijaksanaan liberalisasi ekonomi portugal pada era 1980an, pengendalian harga komoditi pertanian juga membatasi nilai tukar produk pertanian untuk masa itu. Pada masa yang sama turunya permintaan pasar yang diakibatkan resesi awal 1980an untuk meningkatkan risiko investasi pertanian. Akibatnya, jaringan bank komersial mulai menjatahi nasabah kecil dan riskan tersebut dari portofolio mereka. CCAM secara kurang pas mewarisi pangsa yang lebih besar dari portofolio pertanian dalam ekonomi portugal.

            CCAM berhubungan erat dengan tiga lembaga keuangan di portugal. Bank sentral bertanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan dan mengaudit rekening mereka. Namun demikian sebenarnya keunggulan kompetitif ini tidaklah terlalu banyak artinya karena CCAM diharuskan pula untuk memberikan kontribusinya sebagai cadangan pada dana umum (general fund) Caixa Sentral yang besarnya sama dengan persyaratan cadangan minimum yang harus disediakan oleh bank komersial. Sejak dibentuknya Caixa Central pada tahun 1984, sebanyak 190 CCAM telah menjadi anggotanya. Dengan tidak adanya outlet yang boleh menjadi clearinghouse untuk mereka maka CCAM tidak mempunyai pilihan lain kecuali bergabung dengan Caixa Central.

            Lembaga ketiga yang berkaitan dengan CCAM adalah FENACAM. Ini adalah federasi tingkat nasional dari CCAM yang bertindak sebagai organisasi pelobby (lobbying organization) bagi anggotanya secara nasional. FENACAM juga menawarkan bantuan teknis profesional dan pelayanan audit untuk anggotanya. Selain itu FENACAM membangun sistem informasi terpadu pada jaringan kerja antar CCAM dan memberikan pelayanan lainya seperti checkbook,kalender, dan lain sebagainya. Koperasi anggotanya menyumbangkan 2% SHUnya intuk mendukung FENACAM. FENACAM juga adalah pemegang saham pada Caixa Central bersama-sama dengan anggota CCAM lainya. CCAM telah berhasil meningkatkan posisi otonomi keuanganya dan telah berhasil menjadi penyuplai terbesar untuk kredit mikro pertanian di negerinya.


            3.Amerika Serikat

            Petani dan peternak di AS mendapatkan lebih daripada segitiga kebutuhan finansialnya dari Sistem Kredit Usaha Tani ( Farm Credit System = FCS ), sebuah lembaga keuangan berbentuk koperasi yang dibentuk, dimiliki dan dikontrol oleh para nasabahnya sendiri, yaitu petani dan peternak tadi. Koperasi Pemasaran, Koperasi Penyedia sarana usaha tani, dan koperasi jasa mendapatkan sekitar 65% dari dana eksternal yang mereka butuhkan dipinjam dari FCS. Nasabah lainya termasuk nelayan, penduduk desa yang bukan petani dan pengusaha yang melayani kebutuhan usaha tani
            Menjelang pertengahan tahun 1970an nasabah FCS ini setiap tahunya meminjam sekitar US$30 Miliyar darinya. FCS diorganisasikan berdasarkan distrik. Setiap 12 buah listrik mempunyai sebuah Federal Land Bank ( FLB ), sebuah Federal Intermediate Credit Bank (FICB), dan sebuah Bank for cooperative (BC) yang beroperasi dibawah satu payung pengurus ( Board of Director) pembuat kebijaksanaan, yang lebih dikenal sebagai Dewan Direktur FCS (BDFCS) untuk daerah tersebut . Selanjutnya, sebuah BC Pusat, yang dimiliki oleh BC Distrik, berlokasi di Denver, Colorado. Dewan direkturnya terdiri dari 12 orang wakil dari ( BDFCS ), ditambah seorang direktur yang diangkat oleh Gubernur FCA ( Farm Credit Administraion) dengan persetujuan dari ( BDFCS) federal.
                       
            FLB membuat pinjaman hipotek jangka panjang melalui lebih dari 500 koperasi FLB lokal. FICB juga menyediakan dana pinjaman untuk lebih dari 400 koperasi kredit produksi lokal.bank ini menyediakan dana untuk pinjaman usaha tani kepada sekitar 100 LIK lainya, termasuk perusahaan kredit pertanian dan bank komersial. BC menyediakan pembiayaan untuk fasilitas dan pinjaman operasional kepada lebih dari 3000 koperasi pemasaran, koperasi penyedia sarana pertanian, dan koperasi jasa lainya yang memiliki BC. FCS dibimbing dan dibina oleh FCA, sebuah badan pemerintah yang indenpenden yang perongkosanya dibiayai oleh bank dan koperasi anggota FCS. Kebijaksanaan FCA dibuat oleh 13 anggota pengurus FCS federal. Pengurus ini juga mengangkat Gubernur FCA yang merupakan kepala administrasi. Anggota pengurus diangkat oleh presiden, dengan persetujuan senat.

            Sejumlah 37 buah bank FCS pada pertengahan tahun 1970an mendirikan Farmbank Services di Denver, Colorado. Organisasi ini mengoperasikan Farmbank Information and Research Service dan juga memberikan pelayanan pada bidang-bidang seperti latihan manajemen dan hubungan masyarakat bila bank-bank tersebut melihat bahwa tahapan tertentu dari program tersebut akan lebih efektif dan efisien bila dilaksanakan secara terpadu disana daripada bila dilaksanakan dengan basis lokal atau distrik.

JURNAL EKONOMI KOPERASI 1 (3)



Review

KOPERASI SEBAGAI LEMBAGA INTERMEDIASI KEUANGAN UNTUK PEMBIAYAAN USAHA MIKRO DI PEDESAAN DALAM RANGK A MENDUKUNG UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008

 *) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK

Oleh
Achmad H. Gopar*)

III. Mengapa Membangun “Sistem Intermediasi Keuangan”
            Dari uraian diatas setidaknya ada tiga tesis tentang perlunya membangun “Sistem intermediasi keuangan”, dimana substansinya lebih pada kelembagaan koperasi.dibandingkan hanya membngun pola atau skim pekreditan,yang substasinya lebih pada program perkreditan sebagaimana langsungnya selama ini
            Tesis Pertama adalah pengertian dari yang keliru(false understanding) terhadap sistem koperasi.dimana intermediasi keuangan pada koperasi para peminjam dan penabung adalah pemilik lembaga koperasi. Koperasi menjadi orgnisasi keuangan tertutup dan hanya mengandalkan sumberdaya diri sendiri. Upaya mobilitas dilarang akibatnya, koperasi akan terus mendapatkan tingkat penerimaan marjinal yang rendah dan akan sulit berkembang.
            Tesis Kedua, ketergantungan koperasi kepada kredit program dari pemerintah dalam mengembangkan usaha dan membuat mereka terlena dan tidak berkembang. Upaya penumpukan permodalan melalui program kredit pemerintah, menimbulkan kurangnya inisiatif dari gerakan koperasi memupuk dan mengembangkan sumber-sumber permodalan lain, terutama dari masyarakat. Karena sumber permodalan pemerintah tidak semenarik sumber permodalan dari program pemerintah.
            Tesis Ketiga, kerjasama antar koperasi untuk memaksimalkan pemanfaatan sumberdaya yang ada pada gerakan koperasi agar mendapatkan tingkat penerimaan terhadap investasi (ROI) yang tinggi. Saat ini koperasi kebanyakan melaksanakan kredit program dengan suku bunga yang tidak cukup untuk menutupi biaya administrasi dan kerugian karena tunggakan. Mereka sangat mengharapkan program pemerintah agar bisa melanjutkan usahanya.
            Pagu bunga kredit yang ditetapkan pada kredit program melalui koperasi merupakan suatu faktor penting yang memberikan dampak langsung pada keragaan koperasi, biasanya bunga yang ditetapkan tersebut tidak setara dengan resiko dan biaya administrasi untuk melaksanakan program tersebut. Karena itu sudah sewajarnya jika pemerintah melepaskna pagu bunga untuk semua kredit program dan mengizinkan koperasi menetapkan tingkat bunga pinjaman sesuai dengan biaya dana. Kerugian tunggakan dan biaya adminsitrasi lainya. Hal ini diharapkan dapat memperbaikin efisiensi sumberdaya..
            Usaha mikro juga sangat menghargai akses tersebut, daripada kredit yang murah tapi sulit didapat. Tingkat bunga yang rendah tidaklah sepenting tingkat kepastian bahwa kredit tersedia dan dalam jumlah yang cukup. Apalagi dengan prosedur dan persyaratan yang ringan , dan dengan waktu tunggu tidak terlalu lama.
            Beberapa koperasi simpan pinjam(KSP) mungkin saja sangat baik sebagai LIK, karena baiknya meknisme penagihan dan penekanan biaya transaksi yang mereka terapkan. Namun demikian, tidak otomatis KSP baik. Koperasi yang baik adalah koperasi yang tidak bergantung kepada dana kredit program dari pemerintah. Ia juga berusaha mendapatkan dana  dengan tingkat bunga pasar dan menggunakannya sesuai dengan keuntungan komparatif yang mereka punyai. Jika mereka tidak bisa mengatasi conflict of interenst atau tidak mengutamakan kesehatan uang maka mereka tidak dapat sukses sebagai LIK.
            Pemerintah dan bank Indonesia memainkan peran sangat besar dalam pengaturan kredit untuk koperasi mikro di indonesia. Bank Indonesia pada masa lalu merupakan bank pembangun yang mengkontribusikan dananya pada pasar kredit dan mengarahkan melalui keputusan yang mereka terapkan, bukan sebagai leader of last resort sebagaimana negara lain. Namun demikian , murahnya dana yang diberikan menjadikan koperasi tidak terdorong memobilitasikan dana tabungan dan membangun sumberdaya keuangan melalui kegiatan-kegiatan yang menguntungkan. Pembantuan dari pemerintah dapat menggantikan sumberdaya lokal. Kompetisi dalam memobilitasikan dana tersebut akan memperbaikin efisiensi antar LIK dan akan menurunkan biaya intermediasi.
            Kinerja koperasi saat ini dapat dikatakan telah menunjukan beberapa hasil yang menggembirakan dalam tingkat lokal, namun belum terintergrasi secara baik dengan koperasi lain. Sebagai LIK koperasi hendaknya saling mempunyai akses dengan koperasi lain. Sehingga dapat menyalurkan dana suprlus dari suatu koperasi kepada koperasi lain yang kekurangan artinya kekayaan yang menganggur pada suatu jaringan tersebut dapat dimaanfaatkan secara efisiensi. Oleh karena itu suatu koperasi hendaknya tida terpilah-pilah dari jaringan kerjasama antar sesamanya.
            Intergrasi Intermediasi keuangan oleh koperasi kedalam jaringan yang lebih besar, pada saat yang sama akan membawa manfaat kerugian. Keuntungan potensial yang diperoleh, antara lain kemungkinan meningkatkan basis modal, memanfaakan skala ekonomi, dan menurunkan biaya transaksi. Dengan adanya jaringan kerjasama akan melahirkan kepercayaan status mereka yang “ langgeng”. Resiko dan bahaya yang timbul juga sangat penting untuk diwaspadai. Akses terhadap dana yang murah yang mungkin didapatkan dari jaringan akan menurunkan “ Greget” koperasi untuk memobilitasikan dana lokal. Hal yang ini sangat relevan dengan upaya menunmbuhkan iklim usaha dibidang pendanaan bagi UMKM sebagaimana diamanatkan dalam UU nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM. Seperti yang dikembangkan dinegara-negara Filipina,Portugal,dan Amerika Serikat.

JURNAL EKONOMI KOPERASI 1 (2)



Review
 
KOPERASI SEBAGAI LEMBAGA INTERMEDIASI KEUANGAN UNTUK PEMBIAYAAN USAHA MIKRO DI PEDESAAN DALAM RANGK A MENDUKUNG UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008

 *) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK


Oleh
Achmad H. Gopar*)

II. Kondisi Umum Intermediasi Keuangan di Negara Negara Berkembang
Intermediasi keuangan di negara-negara berkembang umumnya lebih menekankan kegiatan pada sisi pemberian pinjaman/kreditnya saja dibanding pada sisi pemupukan modal. Oleh karena itu lazimnya hanya disebut sistem perkreditan saja. Intermediasi keuangan dibeberapa negara berkembang juga selalu berkaitan dengan proses pembangunan. Para pakar kredit umumnya sepakat, kredit memegang peranan sangat penting untuk mempercepat laju pertumbuhan,memperbaiki pengalokasian sumber daya dan mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan, terutama di pedesaan.
Pada periode 1960-1970-an banyak negara berkembang, seringkali dengan bantuan yang sangat besar dari negara-negara donor, membangun sistem perkreditan dengan mengandalkan pada kebijaksanaan pengendaliantingkat bunga pinjaman agar tetap dibawah tingkat bunga pasar. Walaupun peranannya sangat besar, namun tidak berarti bahwa program kredit tersebut luput dari berbagai permasalahan. Umumnya program tersebut memerlukan jumlah dana sangat besar; tingkat pengembalian kredit sangat rendah; sulitnya kaum papa terutama dipedesaan mempunyai akses terhadap kredit murah; dan masih saja diragukan apakah peningkatan jumlah arus kredit benar-bener meningkatkan laju pembangunan, terutama dipedesaan. Yang lebih menyedihkan, banyak dari lembaga intermediasi keuangan yang melaksanakan program tersebut tidak dapat mandiri. Kredit murah dan kredit yang mempunyai sasaran tertentu saja telah lama mendapat kecaman dari banyak pengamat, terutama para pakar dari Ohio State University dan Bank Dunia yang berkeyakinan bahwa kebijaksanaan tersebut melemahkan lembaga keuangan mikro (LKM/LIK) .
Tingkat bunga kredit mikro yang rendah menyebabkan LIK juga menawarkan bunga yang rendah kepada penabung potensial, sehingga akan menurunkan jumlah tabungan dan memaksa LIK bergantung kepada dana murah atau subsidi dari Bank Sentral untuk menjamin likuiditas dan umumnya dikendalikan oleh penjatahan administratif ataupun politis. Cara pertama akan meningkatkan biaya transaksi. Sedangkan cara terakhir akan menyebabkan timbulnya “permainan” dalam analisis kelayakan kredit dan atau “kekeliruan yang disengaja” oleh peminjam yang berbasis politis kuat, dan pada akhirnya akan menyebabkan kredit macet
Biaya transaksi yang tinggi merupakan masalah lumrah pada sistem perkreditan di negara-negara berkembang. Masalah ini terutama disebabkan fragmentasi pasar, transaksi yang kecil-kecil, biaya informasi yang tinggi, dan risiko serta ketidakpastian yang tinggi. Hal-hal tersebut mengakibatkan penerimaan bersih bagi penabung menjadi sangat rendah, biaya total (termasuk pengeluaran bukan bunga) bagi peminjam menjadi sangat tinggi, ukuran pasar uang tetap saja kecil, dan volume dana yang dimobilisasikan serta variasi jasa keuangan menjadi tetap terbatas. Lebih lanjut, mengingat biaya transaksi dipedesaan lebih tinggi dari pada diperkotaan, jasa-jasa kredit dan perbankan cenderung lebih konsentrasi diperkotaan.
Kebijaksanaan dan regulasi keuangan, termasuk pembatasan tingkat bunga dan kecurigaan terhadap para pengijon serta renternir, menyebabkan lebih parahnya kondisi tersebut diatas. Sehingga berakibat lebih terkonsentrasinya kredit murah kepada beberapa tangan saja. Hanya sebagian kecil saja dari masyarakat dapat mempunyai akses kepada kredit formal, melalui LIK yang nyatanya sulit dikatakan layak dan hanya dapat menawarkan jasa pinjaman, bukan fasilitas tabungan. Dana kredit datangnya pada pemerintah, bank sentral, dan negara atau lembaga donor. Sedangkan keterbatasan intermediasi antara penabung lokal dan investor lebih memarakan kesenjangan tingkat penerimaan marjinal untuk suatu investasi.
Argumen-argumen diatas tidak lagi lebih menitik beratkan penilaian terhadap tingkat bunga saja. Namun juga mempermasalahkan peranan LIK, khususnya bagaimana seharusnya suatu LIK yang mandiri dapat dirangsang dan dibangun. Pertanyaan; “berapa suku bunga?” masih tetap penting. Bahkan kini selalu diserta dengan peertanyaan yang setara: “bagaimana kelembagaannya?” yang jelas, untuk menjangkau masyarakat banyak dengan jasa keuangan tidak cukup hanya dengan mempromosikan suatu bentuk kelembagaan khusus saja. Walaupun banyak laporan tentang bentuk LIK yang mungkin cocok, terutama untuk pedesaan, namun sedikit sekali yang menbahas tentang dimensi organisasi dari LIK tersebut.