Mari kita mengenal suatu kampung yang
terletak di antara Garut dan Tasikmalaya namanya Kampung Naga. Kampung Naga merupakan suatu
perkampungan yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam
memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya, adat sunda . Seperti permukiman
Badui, Kampung Naga juga menjadi objek kajian antropologi mengenai kehidupan
masyarakat pedesaan Sunda di masa peralihan dari pengaruh Hindu menuju pengaruh
Islam di Jawa Barat.
Religi dan sistem
pengetahuan
Penduduk Kampung Naga semuanya mengaku beragama islam, akan tetapi
sebagaimana masyarakat adat lainnya mereka juga sangat taat memegang
adat-istiadat dan kepercayaan nenek moyangnya. Artinya, walaupun mereka
menyatakan memeluk agama Islam, syariat Islam yang mereka jalankan agak berbeda
dengan pemeluk agama Islam lainnya. Bagi masyarakat Kampung Naga dalam
menjalankan agamanya sangat patuh pada warisan nenek moyang. Umpanya sembahyang
lima waktu: Subuh, Duhur, Asyar, Mahrib, dan salat Isa, hanya dilakukan pada
hari Jumat. Pada hari-hari lain mereka tidak melaksanakan sembahyang lima
waktu. Pengajaran mengaji bagi anak-anak di Kampung Naga dilaksanakan pada
malam Senin dan malam Kamis, sedangkan pengajian bagi orang tua dilaksanakan
pada malam Jumat. Dalam menunaikan rukun Islam yang kelima atau ibadah Haji,
mereka beranggapan tidak perlu jauh-jauh pergi ke Tanah Suci Mekkah, namun
cukup dengan menjalankan upacara Hajat Sasih yang waktunya bertepatan dengan
Hari Raya Haji yaitu setiap tanggal 10 Rayagung (Dzulhijjah).
Menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga, dengan menjalankan
adat-istiadat warisan nenek moyang berarti menghormati para leluhur atau
karuhun. Segala sesuatu yang datangnya bukan dari ajaran karuhun Kampung Naga,
dan sesuatu yang tidak dilakukan karuhunnya dianggap sesuatu yang tabu. Apabila
hal-hal tersebut dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga berarti melanggar adat,
tidak menghormati karuhun, hal ini pasti akan menimbulkan malapetaka.
Kepercayaan masyarakat Kampung Naga kepada mahluk halus masih dipegang
kuat. Percaya adanya jurig cai, yaitu mahluk halus yang menempati air
atau sungai terutama bagian sungai yang dalam ("leuwi").
Kemudian "ririwa" yaitu mahluk halus yang senang mengganggu
atau menakut-nakuti manusia pada malam hari, ada pula yang disebut "kunti
anak" yaitu mahluk halus yang berasal dari perempuan hamil yang
meninggal dunia, ia suka mengganggu wanita yang sedang atau akan melahirkan.
Sedangkan tempat-tempat yang dijadikan tempat tinggal mahluk halus tersebut
oleh masyarakat Kampung Naga disebut sebagai tempat yang angker atau sanget.
Demikian juga tempat-tempat seperti makam Sembah Eyang Singaparna, Bumi
ageung dan masjid merupakan tempat yang dipandang suci bagi masyarakat
Kampung Naga.
Upacara Adat di Kampung Naga
Upacara-upacara yang senantiasa
dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga ialah Upacara Menyepi, Upacara Hajat
Sasih, dan Upacara Perkawinan.
Menyepi
Upacara
menyepi dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga pada hari selasa, rabu, dan hari
sabtu. Upacara ini menurut pandangan masyarakat Kampung Naga sangat penting dan
wajib dilaksanakan, tanpa kecuali baik laki-laki maupun perempuan. Oleh sebab
itu jika ada upacara tersebut di undurkan atau dipercepat waktu pelaksanaannya.
Pelaksanaan upacara menyepi diserahkan pada masing-masing orang, karena pada
dasarnya merupakan usaha menghindari pembicaraan tentang segala sesuatu yang
berkaitan dengan adat istiadat. Melihat kepatuhan warga Naga terhadap aturan
adat, selain karena penghormatan kepada leluhurnya juga untuk menjaga amanat dan
wasiat yang bila dilanggar dikuatirkan akan menimbulkan malapetaka.
Hajat Sasih
Upacara Hajat Sasih dilaksanakan oleh seluruh warga adat Sa-Naga, baik yang
bertempat tinggal di Kampung Naga maupun di luar Kampung Naga. Maksud dan
tujuan dari upacara ini adalah untuk memohon berkah dan keselamatan kepada
leluhur Kampung Naga, Eyang Singaparna serta menyatakan rasa syukur
kepada Tuhan yang mahaesa atas segala nikmat yang telah diberikannya kepada
warga sebagai umat-Nya.
Upacara Hajat Sasih diselenggarakan pada bulan-bulan dengan tanggal-tanggal
sebagai berikut:
- Bulan Muharam (Muharram) pada tanggal 26, 27, 28
- Bulan Maulud (Rabiul Awal) pada tanggal 12, 13, 14
- Bulan Rewah (Sya'ban) pada tanggal 16, 17, 18
- Bulan Syawal (Syawal) pada tanggal 14, 15, 16
- Bulan Rayagung (Dzulkaidah) pada tanggal 10, 11, 12
Pemilihan tanggal dan bulan untuk pelaksanaan upacara Hajat Sasih sengaja
dilakukan bertepatan dengan hari-hari besar agama islam. Penyesuaian waktu
tersebut bertujuan agar keduanya dapat dilaksanakan sekaligus, sehingga
ketentuan adat dan akidah agama islam dapat dijalankan secara harmonis.
Upacara Hajat Sasih merupakan upacara ziarah dan membersihkan makam.
Sebelumnya para peserta upacara harus melaksanakan beberapa tahap upacara.
Mereka harus mandi dan membersihkan diri dari segala kotoran di sungai Ciwulan.
Upacara ini disebut beberesih atau susuci. Selesai mandi mereka berwudlu di
tempat itu juga kemudian mengenakan pakaian khusus. Secara teratur mereka
berjalan menuju mesjid. Sebelum masuk mereka mencuci kaki terlabih dahulu dan
masuk kedalam sembari menganggukan kepala dan mengangkat kedua belah tangan.
Hal itu dilakukan sebagai tanda penghormatan dan merendahkan diri, karena
mesjid merupakantempat beribadah dan suci. Kemudian masing-masing mengambil
sapu lidi yang telah tersedia di sana dan duduk sambil memegang sapu lidi
tersebut.
Adapun kuncen, lebe, dan punduh / Tua kampung
selesai mandi kemudian berwudlu dan mengenakan pakaian upacara mereka tidak
menuju ke mesjid, melainkan ke Bumi Ageung. Di Bumi Ageung ini mereka
menyiapkan lamareun dan parukuyan untuk nanti di bawa ke makam. Setelah siap
kemudian mereka keluar. Lebe membawa lamareun dan punduh membawa parukuyan
menuju makam. Para peserta yang berada di dalam mesjid keluar dan mengikuti
kuncen, lebe, dan punduh satu persatu. Mereka berjalan beriringan sambil
masing-masing membawa sapu lidi. Ketika melewati pintu gerbang makam yang di
tandai oleh batu besar, masing-masing peserta menundukan kepala sebagai
penghormatan kepada makam Eyang Singaparna.
Setibanya di makam selain kuncen tidak ada yang masuk ke dalamnya. Adapun
Lebe dan Punduh setelah menyerahkan lamareun dan parakuyan kepada kuncen
kemudian keluar lagi tinggal bersama para peserta upacara yang lain. Kuncen
membakar kemenyan untuk unjuk-unjuk (meminta izin ) kepada Eyang Singaparna. Ia
melakukan unjuk-unjuk sambil menghadap kesebelah barat, kearah makam. Arah
barat artinya menunjuk ke arah kiblat. Setelah kuncen melakukan unjuk-unjuk,
kemudian ia mempersilahkan para peserta memulai membersihkan makam keramat
bersama-sama. Setelah membersihkan makam, kuncen dan para peserta duduk bersila
mengelilingi makam. Masing-masing berdoa dalam hati untukmemohon keselamatan,
kesejahteraan, dan kehendak masing-masing peserta. Setelah itu kuncen
mempersilakan Lebe untuk memimpin pembacaan ayat-ayat Suci Al-Quran dan diakhri
dengan doa bersama.
Selesai berdoa, para peserta secara bergiliran bersalaman dengan kuncen.
Mereka menghampiri kuncen dengan cara berjalan ngengsod. Setelah bersalaman
para peserta keluar dari makam, diikuti oleh punduh, lebe dan kuncen. Parukuyan
dan sapu lidi disimpan di "para" mesjid. Sebelum disimpan sapu lidi
tersebut dicuci oleh masing-masing peserta upacara di sungai Ciwulan, sedangkan
lemareun disimpan diBumi Ageung.
Acara selnjutnya diadakan di mesjid. Setelah para peserta upacara masuk dan
duduk di dalam mesjid, kemudian datanglah seorang wanita yang disebut patunggon
sambil membawa air di dalam kendi, kemudian memberikannya kepada kuncen. Wanita
lain datang membawa nasi tumpeng dan meletakannya ditengah-tengah. Setelah
wanita tersebut keluar, barulah kuncen berkumur-kumur dengan air kendi dan
membakar dengan kemenyan. Ia mengucapkan Ijab kabul sebagai pembukaan.
Selanjutnya lebe membacakan doanya setelah ia berkumur-kumur terlebih dahulu
dengan air yang sama dari kendi. Pembacaan doa diakhiri dengan ucapan amin dan
pembacaan Al-fatihah. Maka berakhirlah pesta upacara Hajat Sasih tersebut. Usai
upacara dilanjutkan dengan makan nasi tumpeng bersama-sama. Nasi tumpeng ini
ada yang langsung dimakan di mesjid, ada pula yang dibawa pulang kerumah untuk
dimakan bersama keluarga mereka.
Perkawinan
Upacara perkawinan bagi masyarakat Kampung Naga adalah upacara yang
dilakukan setelah selesainya akad nikah. adapun tahap-tahap upacara tersebut
adalah sebagai berikut: upacara sawer, nincak endog (menginjak
telur), buka pintu, ngariung (berkumpul), ngamparmunjungan.
(berhamparan), dan diakhiri dengan
Upacara sawer dilakukan selesai akad nikah, pasangan pengantin dibawa
ketempat panyaweran, tepat di muka pintu. mereka dipayungi dan tukang sawer
berdiri di hadapan kedua pengantin. panyawer mengucapkan ijab kabul,
dilanjutkan dengan melantunkan syair sawer. ketika melantunkan syair sawer,
penyawer menyelinginya dengan menaburkan beras, irisan kunir, dan uang logam ke
arah pengantin. Anak-anak yang bergerombol di belakang pengantin saling berebut
memungut uang sawer. isi syair sawer berupa nasihat kepada pasangan pengantin
baru.
Usai upacara sawer dilanjutkan dengan upacara nincak endog. endog (telur)
disimpan di atas golodog dan mempelai laki-laki menginjaknya. Kemudian
mempelai perempuan mencuci kaki mempelai laki-laki dengan air kendi. Setelah
itu mempelai perempuan masuk ke dalam rumah, sedangkan mempelai laki-laki
berdiri di muka pintu untuk melaksanakan upacara buka pintu. Dalam upacara buka
pintu terjadi tanya jawab antara kedua mempelai yang diwakili oleh
masing-masing pendampingnya dengan cara dilagukan. Sebagai pembuka mempelai
laki-laki mengucapkan salam 'Assalammu'alaikum Wr. Wb.' yang kemudian dijawab
oleh mempelai perempuan 'Wassalamu'alaikum Wr. Wb.' setelah tanya jawab selesai
pintu pun dibuka dan selesailah upacara buka pintu.
Setelah upacara buka pintu dilaksanakan, dilanjutkan dengan upacara
ngampar, dan munjungan. Ketiga upacara terakhir ini hanya ada di masyarakat
Kampung Naga. Upacara riungan adalah upacara yang hanya dihadiri oleh orang tua
kedua mempelai, kerabat dekat, sesepuh, dan kuncen. Adapun kedua mempelai duduk
berhadapan, setelah semua peserta hadir, kasur yang akan dipakai pengantin
diletakan di depan kuncen. Kuncen mengucapakan kata-kata pembukaan dilanjutkan
dengan pembacaan doa sambil membakar kemenyan. Kasur kemudian di angkat oleh
beberapa orang tepat diatas asap kemenyan.
Usai acara tersebut dilanjutkan dengan acara munjungan. kedua mempelai
bersujud sungkem kepada kedua orang tua mereka, sesepuh, kerabat dekat, dan
kuncen.
Akhirnya selesailah rangkaian upacara perkawinan di atas. Sebagai ungkapan
rasa terima kasih kepada para undangan, tuan rumah membagikan makanan kepada
mereka. Masing-masing mendapatkan boboko (bakul) yang berisi nasi dengan
lauk pauknya dan rigen yang berisi opak, wajit, rengginang, dan pisang.
Beberapa hari setelah perkawinan, kedua mempelai wajib berkunjung kepada
saudara-saudaranya, baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan.
Maksudnya untuk menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan mereka selama
acara perkawinan yang telah lalu. Biasanya sambil berkunjung kedua mempelai
membawa nasi dengan lauk pauknya. Usai beramah tamah, ketika kedua mempelai
berpamitan akan pulang, maka pihak keluarga yang dikunjungi memberikan hadiah
seperti peralatan untuk keperluan rumah tangga mereka.
http://www.kalangsunda.net/kampungnaga.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar