Review
KOPERASI
SEBAGAI LEMBAGA INTERMEDIASI KEUANGAN UNTUK PEMBIAYAAN USAHA MIKRO DI PEDESAAN
DALAM RANGK A MENDUKUNG UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008
*) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK
Oleh
Achmad
H. Gopar*)
II.
Kondisi Umum Intermediasi Keuangan di Negara Negara Berkembang
Intermediasi keuangan
di negara-negara berkembang umumnya lebih menekankan kegiatan pada sisi
pemberian pinjaman/kreditnya saja dibanding pada sisi pemupukan modal. Oleh
karena itu lazimnya hanya disebut sistem perkreditan saja. Intermediasi
keuangan dibeberapa negara berkembang juga selalu berkaitan dengan proses
pembangunan. Para pakar kredit umumnya sepakat, kredit memegang peranan sangat
penting untuk mempercepat laju pertumbuhan,memperbaiki pengalokasian sumber
daya dan mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan, terutama di pedesaan.
Pada periode
1960-1970-an banyak negara berkembang, seringkali dengan bantuan yang sangat
besar dari negara-negara donor, membangun sistem perkreditan dengan
mengandalkan pada kebijaksanaan pengendaliantingkat bunga pinjaman agar tetap
dibawah tingkat bunga pasar. Walaupun peranannya sangat besar, namun tidak berarti
bahwa program kredit tersebut luput dari berbagai permasalahan. Umumnya program
tersebut memerlukan jumlah dana sangat besar; tingkat pengembalian kredit
sangat rendah; sulitnya kaum papa terutama dipedesaan mempunyai akses terhadap
kredit murah; dan masih saja diragukan apakah peningkatan jumlah arus kredit
benar-bener meningkatkan laju pembangunan, terutama dipedesaan. Yang lebih
menyedihkan, banyak dari lembaga intermediasi keuangan yang melaksanakan
program tersebut tidak dapat mandiri. Kredit murah dan kredit yang mempunyai
sasaran tertentu saja telah lama mendapat kecaman dari banyak pengamat,
terutama para pakar dari Ohio State University dan Bank Dunia yang berkeyakinan
bahwa kebijaksanaan tersebut melemahkan lembaga keuangan mikro (LKM/LIK) .
Tingkat bunga kredit
mikro yang rendah menyebabkan LIK juga menawarkan bunga yang rendah kepada
penabung potensial, sehingga akan menurunkan jumlah tabungan dan memaksa LIK
bergantung kepada dana murah atau subsidi dari Bank Sentral untuk menjamin
likuiditas dan umumnya dikendalikan oleh penjatahan administratif ataupun
politis. Cara pertama akan meningkatkan biaya transaksi. Sedangkan cara
terakhir akan menyebabkan timbulnya “permainan” dalam analisis kelayakan kredit
dan atau “kekeliruan yang disengaja” oleh peminjam yang berbasis politis kuat,
dan pada akhirnya akan menyebabkan kredit macet
Biaya transaksi yang
tinggi merupakan masalah lumrah pada sistem perkreditan di negara-negara
berkembang. Masalah ini terutama disebabkan fragmentasi pasar, transaksi yang
kecil-kecil, biaya informasi yang tinggi, dan risiko serta ketidakpastian yang
tinggi. Hal-hal tersebut mengakibatkan penerimaan bersih bagi penabung menjadi
sangat rendah, biaya total (termasuk pengeluaran bukan bunga) bagi peminjam
menjadi sangat tinggi, ukuran pasar uang tetap saja kecil, dan volume dana yang
dimobilisasikan serta variasi jasa keuangan menjadi tetap terbatas. Lebih
lanjut, mengingat biaya transaksi dipedesaan lebih tinggi dari pada
diperkotaan, jasa-jasa kredit dan perbankan cenderung lebih konsentrasi
diperkotaan.
Kebijaksanaan dan
regulasi keuangan, termasuk pembatasan tingkat bunga dan kecurigaan terhadap
para pengijon serta renternir, menyebabkan lebih parahnya kondisi tersebut
diatas. Sehingga berakibat lebih terkonsentrasinya kredit murah kepada beberapa
tangan saja. Hanya sebagian kecil saja dari masyarakat dapat mempunyai akses
kepada kredit formal, melalui LIK yang nyatanya sulit dikatakan layak dan hanya
dapat menawarkan jasa pinjaman, bukan fasilitas tabungan. Dana kredit datangnya
pada pemerintah, bank sentral, dan negara atau lembaga donor. Sedangkan
keterbatasan intermediasi antara penabung lokal dan investor lebih memarakan
kesenjangan tingkat penerimaan marjinal untuk suatu investasi.
Argumen-argumen diatas
tidak lagi lebih menitik beratkan penilaian terhadap tingkat bunga saja. Namun
juga mempermasalahkan peranan LIK, khususnya bagaimana seharusnya suatu LIK
yang mandiri dapat dirangsang dan dibangun. Pertanyaan; “berapa suku bunga?”
masih tetap penting. Bahkan kini selalu diserta dengan peertanyaan yang setara:
“bagaimana kelembagaannya?” yang jelas, untuk menjangkau masyarakat banyak
dengan jasa keuangan tidak cukup hanya dengan mempromosikan suatu bentuk
kelembagaan khusus saja. Walaupun banyak laporan tentang bentuk LIK yang
mungkin cocok, terutama untuk pedesaan, namun sedikit sekali yang menbahas
tentang dimensi organisasi dari LIK tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar