Review
KOPERASI
SEBAGAI LEMBAGA INTERMEDIASI KEUANGAN UNTUK PEMBIAYAAN USAHA MIKRO DI PEDESAAN
DALAM RANGK A MENDUKUNG UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008
*) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK
Oleh
Achmad
H. Gopar*)
III.
Mengapa Membangun “Sistem Intermediasi Keuangan”
Dari uraian diatas setidaknya ada tiga tesis tentang
perlunya membangun “Sistem intermediasi keuangan”, dimana substansinya lebih
pada kelembagaan koperasi.dibandingkan hanya membngun pola atau skim
pekreditan,yang substasinya lebih pada program perkreditan sebagaimana langsungnya
selama ini
Tesis Pertama adalah pengertian dari yang keliru(false
understanding) terhadap sistem koperasi.dimana intermediasi keuangan pada
koperasi para peminjam dan penabung adalah pemilik lembaga koperasi. Koperasi
menjadi orgnisasi keuangan tertutup dan hanya mengandalkan sumberdaya diri
sendiri. Upaya mobilitas dilarang akibatnya, koperasi akan terus mendapatkan
tingkat penerimaan marjinal yang rendah dan akan sulit berkembang.
Tesis Kedua, ketergantungan koperasi kepada kredit
program dari pemerintah dalam mengembangkan usaha dan membuat mereka terlena
dan tidak berkembang. Upaya penumpukan permodalan melalui program kredit
pemerintah, menimbulkan kurangnya inisiatif dari gerakan koperasi memupuk dan
mengembangkan sumber-sumber permodalan lain, terutama dari masyarakat. Karena
sumber permodalan pemerintah tidak semenarik sumber permodalan dari program
pemerintah.
Tesis Ketiga, kerjasama antar koperasi untuk
memaksimalkan pemanfaatan sumberdaya yang ada pada gerakan koperasi agar
mendapatkan tingkat penerimaan terhadap investasi (ROI) yang tinggi. Saat ini
koperasi kebanyakan melaksanakan kredit program dengan suku bunga yang tidak
cukup untuk menutupi biaya administrasi dan kerugian karena tunggakan. Mereka
sangat mengharapkan program pemerintah agar bisa melanjutkan usahanya.
Pagu bunga kredit yang ditetapkan pada kredit program
melalui koperasi merupakan suatu faktor penting yang memberikan dampak langsung
pada keragaan koperasi, biasanya bunga yang ditetapkan tersebut tidak setara
dengan resiko dan biaya administrasi untuk melaksanakan program tersebut.
Karena itu sudah sewajarnya jika pemerintah melepaskna pagu bunga untuk semua
kredit program dan mengizinkan koperasi menetapkan tingkat bunga pinjaman
sesuai dengan biaya dana. Kerugian tunggakan dan biaya adminsitrasi lainya. Hal
ini diharapkan dapat memperbaikin efisiensi sumberdaya..
Usaha mikro juga sangat menghargai akses tersebut,
daripada kredit yang murah tapi sulit didapat. Tingkat bunga yang rendah
tidaklah sepenting tingkat kepastian bahwa kredit tersedia dan dalam jumlah
yang cukup. Apalagi dengan prosedur dan persyaratan yang ringan , dan dengan
waktu tunggu tidak terlalu lama.
Beberapa koperasi simpan pinjam(KSP) mungkin saja sangat
baik sebagai LIK, karena baiknya meknisme penagihan dan penekanan biaya
transaksi yang mereka terapkan. Namun demikian, tidak otomatis KSP baik.
Koperasi yang baik adalah koperasi yang tidak bergantung kepada dana kredit
program dari pemerintah. Ia juga berusaha mendapatkan dana dengan tingkat bunga pasar dan menggunakannya
sesuai dengan keuntungan komparatif yang mereka punyai. Jika mereka tidak bisa
mengatasi conflict of interenst atau tidak mengutamakan kesehatan uang maka
mereka tidak dapat sukses sebagai LIK.
Pemerintah dan bank Indonesia memainkan peran sangat
besar dalam pengaturan kredit untuk koperasi mikro di indonesia. Bank Indonesia
pada masa lalu merupakan bank pembangun yang mengkontribusikan dananya pada
pasar kredit dan mengarahkan melalui keputusan yang mereka terapkan, bukan
sebagai leader of last resort sebagaimana negara lain. Namun demikian ,
murahnya dana yang diberikan menjadikan koperasi tidak terdorong
memobilitasikan dana tabungan dan membangun sumberdaya keuangan melalui
kegiatan-kegiatan yang menguntungkan. Pembantuan dari pemerintah dapat
menggantikan sumberdaya lokal. Kompetisi dalam memobilitasikan dana tersebut
akan memperbaikin efisiensi antar LIK dan akan menurunkan biaya intermediasi.
Kinerja koperasi saat ini dapat dikatakan telah
menunjukan beberapa hasil yang menggembirakan dalam tingkat lokal, namun belum
terintergrasi secara baik dengan koperasi lain. Sebagai LIK koperasi hendaknya
saling mempunyai akses dengan koperasi lain. Sehingga dapat menyalurkan dana
suprlus dari suatu koperasi kepada koperasi lain yang kekurangan artinya
kekayaan yang menganggur pada suatu jaringan tersebut dapat dimaanfaatkan
secara efisiensi. Oleh karena itu suatu koperasi hendaknya tida terpilah-pilah
dari jaringan kerjasama antar sesamanya.
Intergrasi Intermediasi keuangan oleh koperasi kedalam
jaringan yang lebih besar, pada saat yang sama akan membawa manfaat kerugian.
Keuntungan potensial yang diperoleh, antara lain kemungkinan meningkatkan basis
modal, memanfaakan skala ekonomi, dan menurunkan biaya transaksi. Dengan adanya
jaringan kerjasama akan melahirkan kepercayaan status mereka yang “ langgeng”.
Resiko dan bahaya yang timbul juga sangat penting untuk diwaspadai. Akses
terhadap dana yang murah yang mungkin didapatkan dari jaringan akan menurunkan
“ Greget” koperasi untuk memobilitasikan dana lokal. Hal yang ini sangat
relevan dengan upaya menunmbuhkan iklim usaha dibidang pendanaan bagi UMKM
sebagaimana diamanatkan dalam UU nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM. Seperti yang
dikembangkan dinegara-negara Filipina,Portugal,dan Amerika Serikat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar